Ketika Cita-Cita Bocah Pesisir Terhempas Ombak
CAHAYA mega senja menembus kolong langit hingga menyentuh garis cakwarala. Semburat warna jingga kemerahan mulai memencar di hamparan langit luas. Saat menengok ke dasar laut, beragam jenis ikan bermain dibalik karang. Ya, selalu ada kepuasan tersendiri saat perahu bersandar di dermaga dan menginjakkan kaki ke kawasan pesisir.
Namun bersamaan dengan itu, potret buramnya kemiskinan juga terlihat jelas di sana. Gubuk-gubuk reot sepanjang bibir pantai, perkampungan kumuh, semuanya bisa dilihat secara kasatmata. Pendidikan di daerah pesisir selalu menjadi barang yang mewah. Tidak semuanya bisa merasakan asyiknya duduk di bangku SMP, dan tidak semuanya bisa merasakan serunya masa putih abu-abu, apalagi yang melanglang ke perguruan tinggi. Alasannya satu, kepungan ekonomi. Yang jadi pertanyaan, sekejam inikah yang namanya ‘ekonomi’ sampai melenyapkan mimpi-mimpi anak pesisir?
Kebakaran Hutan Ulah Alam atau Cacing Berkaki Dua?
KEBAKARAN lahan belakangan kembali membara di Kota Bontang. Ironisnya, baru saja menginjak triwulan 2016, sudah ada 43 lahan yang menghangus. Tidak dipungkiri, kondisi kota kecil yang dikenal dengan Kota Taman ini sedang dilanda kemarau panjang. Kemudian El Nino muncul, meningkatlah peluang terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Faktor alam memang bisa jadi salah satu penyebabnya, disamping faktor ‘kecerobohan’ manusia. Tetapi, apakah benar faktor alam itu biang kerok dari 47,6 hektare lahan santapan api di Bontang? Dari beberapa referensi yang saya baca, penyebab kebakaran lahan atau hutan bisa terjadi, yang pertama karena ada sambaran petir di lahan yang kering karena musim kemarau yang panjang. Kapan Bontang disambar gledek?