Kira-kira tanggal 17 Juli 2006 lalu, adalah awal dari kami bertemu, berkumpul, belajar, dan bermain bersama dalam satu ruangan yaitu 1 TKJ-B. Awalnya kami berjumlah 39 siswa, yang mayoritas adalah kaum Adam. Seiring dengan berjalanya waktu, jumlah kami semakin berkurang. Satu per satu pergi meninggalkan kami hingga akhirnya jumlah kami bertahan menjadi 28 orang.
Walaupun dengan berkurangnya 10 orang di kelas kami, dan menjadi kelas yang paling sedikit muridnya, tak menutup kemungkinan bahwa kami juga tidak kalah ribut dengan siswa yang berjumlah 40 siswa. Bukannya membanggakan, hanya saja semua siswa yang gemar bicara, gemar ribut, serta usil bertemu dan berkumpul menjadi satu.
Wajah-wajah inilah yang akan menghiasi kelas kami hingga kami lulus nanti. Dan detik awal kami menginjakkan kaki kami di sekolah itu, detik awal kami bergabung menjadi satu..., merupakan detik dimana kisah kami akan dimulai...
Berawal dari SMS, Brondong, Mie Instan dalam Fisika. Tidak ada sangkut pautnya memang dengan mata pelajaran fisika. Tapi kejadian inilah yang memberi satu warna dalam kenangan kami.
Kilas balik mengenai kebiasaan buruk kami saat masih berjumlah 38 siswa, adalah makan saat jam pelajaran yang menurut kami sedikit membosankan (maaf). Saat itu, koperasi lagi maraknya dengan “berondong” hijau ataupun merah. Tidak ketinggalan saat bel masuk berbunyi, salah satu dari kami selalu membawa berondong itu ke kelas, alhasil karena merasa bosan, kami pun makan saat jam pelajaran. Berondong tersebut seperti piala bergilir, berjalan dari ujung ke ujung. Dari tempat satu ke tempat yang lain, brondong itu mampir dan hinggap di berbagai penjuru. Ada yang buat kapal-kapalan utuk wadah brondong itu, ada juga yang buat topi suster, ngerobek kertas, ataupun langsung ama bungkusnya dirampas. Alhasil kelas kami jadi kotor banget selesai makan tu brondong. Semua terlibat dalam acara makan-makan tersebut. Tak ada kayu, rotan pun jadi.... Tak ada brondong, mie instan pun jadi, begitu kata pepatah yang sesuai dengan kami. Jika di koperasi tidak ada brondong, kami hanya beli mie instant untuk dimakan rame-rame di kelas. Kasus yang terjadi pun serupa dan itu sering kami lakukan saat jam terakhir terutama saat jam pelajaran Fisika.
Di 1 TKJ-B, selain senang dengan pelajaran jurusan yaitu Teknik Komputer dan Jaringan, kami juga sangat senang dengan jam pelajaran “kosong”. Jam pelajaran kosong kami isi dengan ribut, ngerumpi, bermain, dan juga tidur. Maklum saja, kami sekolah siang, dan harus di hadapkan dengan pelajaran saat jam tidur siang, apalagi jika bertemu dengan soal yang rumit dan hitung-hitungan, membuat kami semakin mengantuk. Maka dari itu kami tidak menyia-nyiakan kesempatan. Kami juga mengakui bahwa di antara kami, saat jam pelajaran yang tidak kami suka, terkadang kami juga bermain sendiri, SMS (dengan kertas pastinya) dengan teman lain. Yang terlibat dalam kasus SMS kertas ini yaitu Icha, Ruchma, Yunis, dan Setew. Terkadang juga melibatkan beberapa oknum lainnya yaitu Pentul alias Ari, Rusdi, dan juga Ombuntu (Yadi). Karena ketindamengertiaan kami terhadap pelajaran Fisika, maka kami sering menggunakan jam ini untuk ber-SMS ria. Bapaknya yang sering emosi, marah nggak jelas, ditanya malah nanya balik, membuat kami semakin jenuh. Makanya saat Beliau menyuruh kami keluar bagi yang tidak menyukai pelajarannya, kami tidak pikir panjang untuk beranjak dari tempat duduk kami. Anak laki-lakinya yang lebih sering diusir saat pelajaran Fisika, dan mereka seneng-seneng aja bahkan tertawa bahagia jika diusir dari kelas. Bagi yang tetep dikelas jangan dikira kami anak penurut yang tetep setia mendengar dan memperhatikan pejelasan Beliau, akan tetapi kami hanya diam, SMS-an, hanya berkata “ehm...” jika ditanya mengerti apa tidak, mengerjaan soal jika disuruh akan tetapi tidak pernah selesai, bahkan ada yang sampe tidur.
Sebenarnya kami memiliki beberapa alasan untuk bersikap seperti itu. Kami merasa di kekang oleh Beliau. Jika kami tidak bisa bertanya satu pun mengenai perjelasan Beliau yang memang susah dimengerti namun tak tahu apa yang mau ditanyakan maka kami akan dibentak, di suruh keluar, dan sebagainya. Sedangkan, jika kami bertanya malah Beliau bilang “itu pertanyaan yang akan saya tanyakan”...lach, trus gimana kami mau bertanya kalo setiap pertanyaan kami juga menjadi pertanyaan sang Bapak buat kami? Apa yang harus kami jawab? Jika kami tidak bisa menjawab kami dikira tidak memperhatikan pelajaran, kami dibilang mainan sendiri (emang sih), yang jelas Bapak bikin pusing.
Biasanya siswa paling seneng kalo ada PR tapi gurunya lupa. Berbeda dengan kami dan Pak Andreas. Ada nggak ada PR kami selalu bilang ada PR. Karena yang belum mengerjakan pasti bakal disuruh minggat dari kelas. Alhasil kelas nyaris kosong karena penghuniya sisa berapa gelintir aja. Tapi PR itu diperiksanya dilihat duankz. Asal ada angka, diketahu, ditanya, dan dijawab udah beres deh. Padahal loch bukan itu tugasnya. Itu mah tugas minggu lalu yang udah dibahas sama-sama. Kalo udah dicari di depan, yach kami bilang aja jawabannya sama.
Saat bertemu dengan salah satu dari teman kami yang sudah angkat kaki dari kelas kami, hal itulah yang terus mereka ingat. Selalu berkaitan dengan Brondong, Mie Instan, Pak Andreas, bahkan Sefrimanto yang kami juluki sebagai anak dari Pak Andreas karena miirip banget sih. Sefrimanto inilah yang sering sekali tidur dalam kelas bahkan pada saat guru menjelaskan di depan. Padahal loch duduknya paling depan, bisa-bisanya nggak ada guru yang menyadari hal itu. Sefrimanto ajaib.