Pages

Kebakaran Hutan Ulah Alam atau Cacing Berkaki Dua?

KEBAKARAN lahan belakangan kembali membara di Kota Bontang. Ironisnya, baru saja menginjak triwulan 2016, sudah ada 43 lahan yang menghangus. Tidak dipungkiri, kondisi kota kecil yang dikenal dengan Kota Taman ini sedang dilanda kemarau panjang. Kemudian El Nino muncul, meningkatlah peluang terjadinya kebakaran hutan dan lahan.
Faktor alam memang bisa jadi salah satu penyebabnya, disamping faktor ‘kecerobohan’ manusia. Tetapi, apakah benar faktor alam itu biang kerok dari 47,6 hektare lahan santapan api di Bontang? Dari beberapa referensi yang saya baca, penyebab kebakaran lahan atau hutan bisa terjadi, yang pertama karena ada sambaran petir di lahan yang kering karena musim kemarau yang panjang. Kapan Bontang disambar gledek?

Penyebab kedua, adanya aktivitas vulkanis seperti lahar panas dan letusan gunung berapi. Apa di Bontang bahkan di Kalimantan Timur sekalipun ada gunung berapi? Yang ada gunung Menangis. Itu juga masih tetap hijau. Ketiga, kebakaran bawah tanah yang terjadi di tanah gambut bisa menyulut kebakaran di atas tanah saat kemarau. Apakah lahan seluas 47,6 hektare yang jadi ‘korban’ itu jenis tanahnya gambut?
Rasanya terlalu munafik jika mengkambinghitamkan musim kemarau, untuk menanggung tarian si jago merah di antara semak-semak rumput liar dan pepohonan yang tumbuh sehat di lahan tersebut. Melimpahkan pada El Nino? Bocah nakal itu sekadar mampir seraya bermain saja. Tetapi dia tidak membawa korek yang bisa menyulut api saat bertamu.
Puncak dari coretan ini sebenarnya, bukan memfokuskan mencari siapa yang harus disalahkan. Menurut saya, gerak cepat pemerintah sangat dibutuhkan saat ini untuk memadamkan titik api masih menyala. Mungkin bagi kalangan yang berada di pemerintahan membatin ‘ujung-ujungnya kami lagi’ saat membaca tulisan ini.
Skema kebijakan harus dipertegas, diperjelas, dan diperdengarkan ke seluruh lapisan masyarakat. Kurungan 5 sampai 10 tahun penjara bagi yang tertanggap tangan dengan sengaja membakar hutan. Undang-Undang itu apa sudah bisa dipastikan seluruh warga mengetahuinya?
Saya rasa informasi itu belum menyentuh semua orang. Saya berani katakanan seperti itu, karena pada kenyataannya ada beberapa orang yang saya tanya hanya menggelengkan kepala, tidak tahu tentang keberadaan Undang-Undang itu.
Oke, memberitahu informasi itu kepada orang-orang yang saya kenal bisa jadi tugas saya. Memposting di media pun bisa. Tapi saya hanya bisa menjangkau orang-orang yang saya kenal. Media pun hanya menjangkau mereka yang mengakses. Lalu bagaimana dengan mereka yang sehari-harinya sibuk dengan cangkul dan sabit? Bagaimana dengan mereka yang tidak bisa membaca? Bagaimana dengan perusahaan atau warga yang ingin mengalihfungsikan lahan? Tidak menutup kemungkinan, peraturan itu ada yang tahu tapi pura-pura tidak tahu.
Kami tidak punya kekuatan sebesar itu. Kami tidak bisa menjangkau 164.258 penduduk Kota Bontang. Tetapi Anda,yang punya jabatan, kekuasaan, dan wewenang. Suara dan SIKAP TEGAS Anda punya pengaruh besar, agar kebakaran lahan dan hutan tidak menjadi masalah laten, yang mana saat musim hujan datang kejadian ini bak endapan lumpur mengental dan menggumpal di bawah air. Tak ada yang melihat, kemudian tak lagi diperbincangkan. Seiring berjalan waktu tak ada lagi yang peduli, lalu terlupakan begitu saja hingga musim kemarau kembali menggalinya.
Jumlah kasus kebakaran sudah mencapai angka kritis dan memprihatinkan. Jika menunggu tahun depan untuk gembor menggaungkan ‘stop aksi pembakaran lahan’, bisa jadi semua lahan di Bontang ludes. ‘Kota Taman’ yang sampai saat ini melekat, bisa saja menjadi abu dilahap si jago merah hingga hanya tersisa nama.
Meski setiap kelurahan atau lebih lebay lagi setiap RT ada fire station, segesit dan sehebat apapun mereka bergulat dengan api, mereka buka solusi penyelesaian masalah ini. ‘Cacing-cacing’ yang menggerogoti daun itulah yang harus ditindak. Memenjarakan oknum-oknum yang ‘ceroboh’ menghitamkan tanah di kota kecil bumi etam ini lebih baik, dari pada memenjarakan 164.258 warga Bontang dalam kepungan asap akibat kebakaran lahan.
Saya memang bukan orang yang berkompeten, untuk berkomentar lebih jauh ataupun memberikan saran dengan pengetahuan saya yang masih cetek. Saya hanya segelintir rakyat pinggiran yang gerah menyaksikan pohon-pohon di beberapa jalan menjadi arang. Hanya anak bawang yang merasa terganggu dengan suara sirine pemadam kebakaran yang setiap hari lalu lalang.
Tetapi, anak kemarin sore ini berharap, Undang-Undang itu bukan hanya jadi pajangan ataupun salah satu pasal yang harus dihafal di kepala. Berharap aturan itu tidak hanya berada dalam tumpukan buku yang pada akhirnya ikut digerogoti masa.

0 komentar:

Post a Comment

 
Copyright (c) 2010 Gubuk Chapunk. Design by WPThemes Expert
Themes By Buy My Themes And Cheap Conveyancing.